Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul
daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang
bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(Al-A’Raf : 35)
Demikianlah firman-Nya
yang Maha Mulia lagi Maha bijaksana yang telah mengajari manusia akan segala hal
semata agar kiranya manusia pada akhirnya dapat membenarkan bentuk kejadian penciptaan
dibalik segala sifat materi dan waktu.
Allah Maha berkehendak
atas segala-galanya, tak ada satupun yang dapat menghalang takdir yang telah
ditentukannya, baik takdir buruk ataupun takdir baik atas setiap makhluk-Nya.
Keberkahan yang melimpah yang dituangkan oleh-Nya kepada Rasul Muhammad adalah
bentuk kecil takdir Allah yang tidak dapat bagi seorangpun untuk mendustakannya,
maka oleh karena itu jika Allah menghendaki kekuatan kehendaknya Muhamamd atas
setiap kejadian luar biasa yang terjadi diluar akal manusia niscaya kehendak
ini terjadilah ia, begitulah sama kejadiannya terhadap para ulama yang
diberikan kelebihan berkah oleh-Nya dalam takdir karamah atas mereka dengan
sebab keilmuan mereka, ketakwaan dan akhlak yang tak pernah terpisah dari hirup
udara setiap mereka hingga karamah datang menghampiri dan pada akhirnya sebab
musabab ini juga tujuannya membenarkan atas segala takdir dan ketentuan-Nya
yang tak dapat bagi seorangpun dapat menghalau segala kekuasaan takdir.
Sejak sebelum terciptanya bumi
dan segala isinya, kehadiran Tauhid telah bernaung di dalam setiap ruh segala
makhluk ciptaan Allah, termasuk Manusia Adam hingga keturunannya. Untuk itu
kehadiran Tauhid bagi makhluk, bahkan bagi manusia itu sendiri tidaklah dapat
terlepas dari setiap detik berjalannya waktu. Ketika hirup nafas manusia terus
bertukar proses antara Oksigen dan karbon dioksida maka Tauhid manusia tetaplah
ada sampai dimana manusia telah kosong dari naungan materi dan waktu, walaupun
ia dalam posisi diri yang tak percaya terhadap Tuhan yang satu.
Demikianlah “ruh” yang menjadi
maksud diatas, bahwa unsur terpenting dari tubuh bukanlah
jantung, paru-paru, ataupun nafas, namun ia adalah ruh. Ruhlah yang memproses
seluruh tubuh, ialah yang menjadi prosesor dari segala bidang sub tubuh
manusia, ialah induk dari habitat kinerja tubuh dalam setiap keterhubungan
unsur tubuh yang satu dengan yang lainnya, untuk itu jika ruh tidak memberikan
unsur tauhid atas segala kehendak izin-Nya dalam memproses bentuk kerja
terbatas atas setiap tubuh maka tak satupun tubuh manusia bergerak, berdetak,
berbunyi dan dapat merasa merasa. Lalu yang menjadi pertanyaanya adalah
bagaimana ruh dapat bekerja jika Tauhid takdir Allah tak ada padanya ?,
ternyata Allah-lah jua yang Maha Tahu akan segala sesuatu, bahwa sesungguhnya
sebelum terbentuknya manusia, ruh-lah yang menjadi saksi awal dimana Tauhid di
titahkan kepadanya.
Allah berfirman didalam
al-Qur’an :
Pada
hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf- shaf, mereka tidak
berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang
Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.
(An-Naba
: 38)
Maka apabila
Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh
(ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud
(Al-Hijr
: 29)
Ruh tak hanya diberikan
perintah ber-Tauhid atas diri-Nya, namun ruh pada awalnya, yaitu dimana posisi
keberadaan ruh belum berdiri pada tubuh manusia ajaran Khauf (takut
kepada Allah) juga muncul dari hasil adanya Tauhid, artinya ruh juga memiliki
sifat tasawuf yang berdiri didalamnya saat itu, seperti mana yang telah
dijelaskan oleh Allah diatas, bahwa ruh tak dapat meghendaki pergerakan sama
sekali kecuali hanya atas takdir Allah SWT, mereka hanya berdiri dan hanya
menuruti amanah perintah Allah yang telah diperintahkan, jika Allah menghendaki
ruh melakukan sesuatu maka Kun Fayakun Allah-pun tercipta dibalik
kehendak ruh tersebut. Maka untuk itu dasar ajaran Tauhid dan Tasawuf sebenarnya
sudah lama ada yaitu dimana manusia Adam dan keturunannya masih dalam alam takdir
azali-Nya Allah SWT ditempat dimana hanyalah Allah sendiri yang mengetahuinya.
Definisi Tauhid dan Tasawuf
Arti kata Tauhid dan demikian juga halnya Tasawuf memiliki makna dalam
ranah Ilmu Pengetahuan Agama. Hal ini perlu disampaikan karena tak banyak umat
islam dimasa kini yang tahu makna Tauhid yang sesungguhnya menurut istilah yang
telah diatur oleh para ulama dan demikian halnya juga terhadap arti dari kata
Tasawur itu sendiri.
Adapun
Tauhid menurut arti bahasa dan istilah adalah sebagai berikut :
A. Tauhid dalam arti Bahasa
الحُكْمُ بِأنّ
الشَيئَ وَاحِدٌ وَ العِلْمُ بِأَنّهُ وَاحِدٌ
Hukum dengan sesuatu yang
satu dan mengetahui sesuatu dengan yang satu
Secara bahasa arti kata bahasa Tauhid adalah satu, disebutkan yang
demikian tersebut karena asal mula dasar lafadz tauhid adalah bermula dari وَحِدٌ , yang artinya adalah satu.
B. Tauhid dalam arti Istilah
تَجْرِيدُ الذُاتُ الِالَهِيَة عَن كُلِّ
مَا تَصَوّرُ فِى الاَفْهَامِ وَ تَخْلِيلُ فِى الاَوْهَامِ وَ الاَذْهَانِ.
Mentajridkan
(mengadakan kehadiran) Dzat ke-Tuhan-an dari apa-apa yang tergambarkan dari
segala pemahaman dan mensunyikan pada segala yang bersifat waham (dugaan yang
belum kuat) dan zihin (melihat dzat dengan panca indra).
Memaknai Dzat Allah lebih dianjurkan dengan jalan
pemahaman-pemahaman manusia dalam menerima segala hasil scan fikirannya
terhadap gerak dan warnanya alam dunia ini, karena hakekat keberadaan beberapa
sifat alam yang terlihat oleh mata, tercium oleh hidung, terdengar oleh telinga
dan terasa oleh sifat perasa tubuh manusia adalah segala unsur yang membuktikan
adanya Dzat Penciptaan. Dengan syarat yaqinlah jua yang akhirnya dapat membawa
alam fikiran manusia kepada makna ajaran Tauhid yang sesungguhnya hingga dapat
mencapai kehadiran maqam Makrifat kepada Allah SWT. Seperti mana yang telah
diterangkan oleh Nabi Muhammad dalam hadistnya tentang hakekat alam menunjukkan
keberadaan Allah :
مَنْ عَرّفَ نَفسُهُ فَقَدْ
عَرّفَ رَبَّهُ
Barang siapa yang
mengetahui dirinya maka sungguh dia akan mengetahui Tuhannya
Kemudian, Adapun makna Tasawuf dalam arti Bahasan dan
Istilah adalah adalah sebagai berikut :
A.
Tasawuf dalam arti Bahasa adalah berasal dari
kata صَوّف (shawwafa) yang artinya “Bulu Domba”. Para
ulama berbeda pendapat menurut kata Tasawuf dalam bahasa, sebahagian dari
mereka ada yang mengatakan berasal dari kata
صفٌّ (Shaffun) yang artinya “Shaf” (barisan).
B.
Tasawuf dalam arti Istilah :
وَالوُقٌوفُ مَعَ الاَدَبِ
الشّرْعِيّةِ ظَاهِرًا فِى البَاطِنِ اَو الَظاهِرَةِ
Mendiam diri dengan adab syariat yang terang baik
didalam bathin atapun secara lahir
Didalam kitab Imam al-Gazhali, “Ihya Ulumuddin”
menyebutkan bahwa arti Tasawuf itu adalah :
“(Sebuah disiplin ilmu
belajar tentang keikhlasan dan posisi jiwa).- (Ilmu mengetahui bagaimana
memposisikan keberadaan seorang hamba kepada Allah SWT). –(Ilmu yang
menyempurnakan tiang syahadat dari rukun yang lima)”.
Implementasi Tauhid
dan Tasawuf dalam kehidupan
Sepertimana yang telah diterangkan diatas, bahwa
sebetulnya keberadaan Tauhid bagi setiap jiwa manusia adalah hal yang sangat
diperlukan, Tauhid-lah yang menuntut manusia kepada jalan yang benar.
Demikianlah yang terjadi kepada orang-orang yang telah mencapai tingkat tinggi
dihadapan Allah, mereka telah dapat mengendalikan nafsu hewaniyahnya menjadi
warna nafsu yang mulia, yaitu nafsu mutmainnah. Lihatlah bagaimana cobaan para
Nabi Allah di dunia ini yang telah mengarungi segala bidang penghalang jalan
menuju Allah dalam cinta hakikinya dengan sifat rintangan yang berduri dan tak
lepas dari rasa sakit baik pada lahiriyyah mereka maupun bathiniyyah mereka, namun
dengan segala ketabahan dan kesabaran mereka dalam menempatkan posisi istiqamah
fikiran yang yaqin akan sebuah pemahaman mereka terhadap dzat fana pada dirinya
dan Dzat Baqa pada diri Allah maka posisi karamah dan keberkahan serta
keridhaan Allah telah terletak pada diri setiap mereka. Inilah Tauhid
al-Ilahiyah, yang dimaksud oleh difinisi diatas.
Namun perlu diketahui Tauhid Iqrar (yaitu
Tauhid pengakuan kepada Allah) tidaklah sempurna jika beberapa syariat Allah
tertinggal menjadi seperti halnya butiran benda yang terjatuh dijalanan tanpa
disadari oleh sang pembawa benda itu, artinya adalah ketinggian Tauhid
seseorang, kemakrifatan Tauhid seseorang adalah didasari dengan korelasi
Tasawuf, karena Tasauf juga termasuk ajaran yang dianjurkan oleh Allah dalam
menjalani hubungan Ta’aruf atau pengenalan terhadap sesama manusia.
Tentunya dalam menjalani hubungan tersebut perlu adanya tingkah laku yang baik,
cara berbicara yang sopan dan tawadhu, berjalan dengan menunduk dan menunjukkan
sifat mahmudah kepada setiap teman, keluarga, guru, dan bahkan terhadap
muridnya sendiri. hal yang demikian tersebut adalah beruapa perintah Allah yang
harus dilaksanakan semata juga karena untuk menyelamatkan posisi seuatu umat
yang telah lama lupa terhadap Tuhannya.
Itulah sebabnya mengapa Rasulullah sangat
mementingkan tingkah laku dari pada yang lainnya dengan sabda
beliau
tersebut dibawah ini :
اِنَمَا بُعِثْت
لِاٌتَمِّمَ مَكَارِمَ الاَخْلَاقْ
Sesungguhnya aku diutus
kedunia ini adalah karena untuk menyempurnakan akhlak.
Tauhid dan Tasawuf memiliki tali ikat yang sangat erat
dan tetap kokoh antara satu sama lain. Karena dari sifat mahmudahlah umat
menerima ajaran Tauhid kepada Tuhan Allah yang satu dengan iklas dan ridha
tanpa ada paksaan. Maka karena sifat inilah yang dahulu salah seorang sahabat
Nabi yang sangat dikenal kejam dan jahatnya terhadap islam dan sekarang Umar
bin Khattab telah masuk islam dengan hati lapang dan menjadi seorang yang
membalikkan kemarahannya terhadap agama selain islam, apa yang terjadi kepada
sahabat Abu Bakar ternyata sama halnya seperti Umar bin Khattab yang masuk
islam juga dengan kelapang dadaanya, kemudian menyusulah sahabat-sahabat
lainnya seperti Khadijah, Khalid bin Walid, Bilal bin Rabbah, Utsman,
Hudzaifah, dan lain sebagainya. Hanya satu alasan mengapa mereka masuk islam,
adalah karena sifat tasawufnya Rasulullah terhadap sesama manusia, beliau
bertutur baik, berjalan dan berbicara dengan santunan, selalu memberi bantuan
baik harta dan tenaga terhadap sesama, senyum indah terhadap umat yang selalu
memukulinya, dan bahkan melapangkan dadanya dengan penuh kesabaran terhadap
kaum Thaif yang telah melemparkan tajam dan kerasnya batu kepada beliau hingga
tumit beliau bercucur darah, dan pada akhirnya dengan segala sifat baik dan
beraklakul karimah Nabi kita ini, sekarang seluruh penduduk Makkah telah
menerima Tauhid dan terus pesat perkembangannya sampai masa Fathul Makkah terjadi.
Namun sekarang, dua ajaran penting ini telah hilang
dari semua akuan lapisan manusia, sehingga tak heran negri kita dilanda
berbagai macam ancaman kemunduran dalam segala bidang, baik akhlak, ibadah,
bahkan bisa dikatakan salah satu faktor penyebabnya grafik tingkat kriminaliats
terjadi sebenanarnya adalah akibat ketiadaan pegangan terhadap ajaran Tasawuf
dan Tauhid manusia kepada Allah SWT.
Tasawuf adalah dasar ajaran Agama islam dalam mencapai
Tauhid kepada Allah, karena telah terbukti didalam tinta-tinta sejarah para
Nabi dan aulia Allah dalam mencapai ketauhidan melalui perjalanan melihat
bentuk ajaran islam yang mengajari tentang akhlak dalam arti luas.
Namun bagaiaman mencapai Tauhid jika ajaran Tasawuf
tidaklah terbawa dalam ikatan tali yang mengikatnya ? inilah Implementasi
penting bagi kebaradaan Tasawuf untuk dapat sekiranya berjalan menuju kepada
Tauhid Allah SWT. Untuk itu Allah memberikan gambaran kepada manusia agar
kiranya Tauhid tidaklah terbuang kedalam sampah keduniaan hingga siapa yang
membuang keimanannya kepada Allah maka hatinya akan mengalami
goncangan-goncangan dalam hidup, sampai akhirnya terjadilah penyikasaan diri
sendiri ataupun kepada orang lain, seperti membunuh orang lain tanpa hak,
membunuh dirinya sendiri, terjadinya banyak perompakan, pemerkosaan dan lain
sebagainya, semua ini adalah karena fikirannya tak pernah memberikan luang
untuk Tauhid Allah SWT. Sebagaimana yang telah Allah jelaskan
didalam al-Qur’an sebagai berikut :
Barangsiapa
yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Quran), Kami adakan
baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang
selalu menyertainya.
(Az-Zukhruf
: 36)
7.
dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami Dia berpaling dengan
menyombongkan diri seolah-olah Dia belum mendengarnya, seakan- akan ada sumbat di
kedua telinganya; Maka beri kabar gembiralah Dia dengan azab yang pedih.
(Luqman
: 7)
47. dan mereka berkata: "Kami telah
beriman kepada Allah dan rasul, dan Kami mentaati (keduanya)." kemudian
sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah
orang-orang yang beriman.
(An-Nur : 47)
124. dan Barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta".
(At-Thaha : 128)
57.
dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan
ayat-ayat Tuhannya lalu Dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah
dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas
hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (kami letakkan pula)
sumbatan di telinga mereka; dan Kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk,
niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.
(Al-Kahfi : 57)
Penulis :
Tgk. Habibie M. Waly S.Th
Referensi :
1. Al-Qur’an
2. Ihya Ulumuddin jilid 1, kry. Imam al-Ghazali
3. At-Takrifat, kry. Abu Hasan al-Jurjani
4. Mukharul al-Hadist, kry. Sayid Muhammad
al-Hasyimi
5. Kifayatul Awam, kry. Muhammad al-Fadhali
6. Hakekat Hikamah Tauhid dan Tasawuf, kry. Abuya
Muhibbuddin Muhammad Waly
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !